REVIEW FILM AGE OF AI EPISODE 1 SEASON 1 : HOW FAR IS TOO FAR?

REVIEW FILM AGE OF AI EPISODE 1 SEASON 1 : HOW FAR IS TOO FAR?



            Untuk menyelesaikan tugas dari Mata Kuliah Kecerdasan Buatan yang diampu oleh Bapak Dosen Andri Pramuntadi, M.Kom, oleh karenanya saya menyelesaikan tugas pertama dari matkul ini dimana tugas tersebut adalah membuat artikel dari film “Age Of AI Episode 1 Season 1 : How Far Is Too Far?” yang menceritakan tentang perkembangan teknologi kecerdassan buatan yang sangat canggih dan hasil dari teknologi tersebut dapat berinteraksi secara langsung dengan manusia seperti di film-film SciFi / Science Fiction. Contohnya saja adalah film superhero Iron Man dimana Robert Downey Jr. berperan sebagai Tony Stark atau lebih dikenal sebagai Iron Man yang berinteraksi langsung dengan Jarvis dan Friday sebagai assistant robotnya untuk mengatur langsung kostum robotiknya yang canggih. Sejauh yang kita tau, interpetasi nyata dari film Iron Man di dunia nyata sendiri adalah Google Assistant, Alexa, Siri, Cortana , dan seabagainya yang dapat berinteraksi dengan manusia melewati device elektronik tertentu seperti gadget dan computer. Tapi ternyata perkembangan teknologi AI di luar sana tidaklah hanya sebatas itu, para ilmuwan dan pakar teknologi sedang mengembangkan karya yang lebih dari itu mulai dari robot pemain music, robot pembantu penyandang disabilitas hingga sampai yang menyerupai manusia dan paham komunikasi layaknya manusia asli. Film Age Of AI ini di moderatori oleh Robert Downey Jr. sendiri bersama dengan para ilmuwan sebagai narasumbernya sebagai pengembang teknologi-teknologi AI yang luar biasa. Dalam film documenter ini AI adalah cabang ilmu komputer yang menangani simulasi perilaku cerdas komputer yang terdiri dari istilah machine learning, computer vision, big data dan algoritma.
            Diantara sekian banyaknya ilmuwan AI, salah satunya ada Mark Sagar (CEO Soul Machines) dari Chicago, Amerika Serikat yang menciptakan Baby X. Baby X adalah bayi versi virtual yang mampu berinteraksi layaknya bayi sungguhan dan didesain sangat identik dengan versi nyata. Bayi ini dapat menirukan yang lawan bicara ucapkan  kemudian mengartikannya sebagai suatu objek baru. Seperti halnya bayi yang baru saja mempelajari nama-nama benda di sekitarnya. Bayi ini juga dapat melakukan hal emosional seperti tertawa, menangis dan mengantuk apabila lawan bicara memberikan interaksi yang dapat membuat Baby X ini menjadi emosional seperti itu. Dalam Baby X ini terdapat chip atau otak virtual yang seolah olah adalah duplikat otak manusia asli versi virtual yang dapat mengartikan dan menyimpan objek yang lawan bicara berikan sehingga dapat digunakan untuk berkomunikasi dengan manusia asli.
            Adapula William seorang musisi rapper The Black Eyed Peas yang berkeinginan membuat duplikasi/kloning dirinya dengan sedemikian mirip dan dapat diajak berkomunikasi dengannya secara virtual. William bekerjasama dengan perusahaan Soul Machines untuk merealisasikan keinginannya tersebut untuk dibuatkan versi diri virtualnya. Metode yang digunakan oleh Soul Machines dalam hal ini adalah dengan menerapkan Digital Avatar yang memanfaatkan wajah William sebagai sample untuk berekspresi pada William versi virtualnya nanti. Tentunya berbagai gerakan wajah yang ekspresif harus William terapkan, dan tak hanya itu, ia juga harus berbicara banyak sebagai keluaran suara pada versi virtualnya nanti. Pada akhirnya Soul Machines berhasil menciptakan William virtual.
            Beralih ke Atlanta, Georgia. Seorang Profesor bernama Gil Weinberg sebagai Founding Director dari Georgia Tech Center Of Music. Ia adalah pencipta robot Shimon, robot pemain musik marimba. Robot ini berkemampuan machine learnings dimana dapat memahami not nada yang setiap patern/polanya berbeda sekalipun. Karena AI yang Gil ambil adalah di bidang musik, ia bertekad memanfaatkan keahliannya untuk kemanusiaan juga.
Gil Weinberg membantu penyandang disabilitas bernama Barnes, seorang yang hobby bermain drum kehilangan tangan kanannya sejak berusia 22 tahun. Akibatnya kini Barnes bermain drum dengan cara merekatkan stick drumnya ke tangan kanannya menggunakan solasi hitam dalam kesehariannya. Gil pun menciptakan tangan robotik untuk Barnes yang dinamai Skywalker Hands. Skywalker Hands ini adalah tangan manusia robotik dan memiliki lima jari yang dapat digerakkan sesuai keingian otak melalui saraf yang terhubung dengan teknologi EMG pada Skywalker Hands sehingga penyandang disabilitas dapat menggunakannya dengan mudah dan sesuai keinginan. Tak hanya itu, Gil juga membuat Skywalker Hands yang sama untuk membantu seorang pembuat film bernama Jay yang juga kehilangan tangan kanannya sejak usia 12 tahun.
            Kesimpulannya tekonologi AI dapat dijadikan inovasi untuk sekedar pengembangan teknologi itu sendiri maupun untuk kemanusiaan seperti Mark Sagar dan Gil Weinberg. Setiap hal selalu ada positif dan negatifnya tergantung digunakan untuk apakah teknologi itu, tak terkecuali untuk AI. Saya rasa ilmu semacam ini bila digunakan untuk edukasi, kemanusiaan dan berbagai hal positif lainnya tentu di masa depan akan sangat bermanfaat. Meskipun tak menutup kemungkinan akan disalahgunakan oleh beberapa manusia lainnya demi keuntungan diri sendiri, itu memang sudah kepastian/keharusan. Kita harus mengetahui juga semakin besar ilmu dan kekuatan, semakin besar pula tanggung jawab dan ancaman lainnya. Jadi, sebagai masyarakat milenial yang hidup di era yang makin canggih ini kita harus berperan dalam dua hal sekaligus dengan berperan sebagai pengembang AI itu sendiri dan sebagai pencegah dampak buruk dari AI itu juga.

Sumber :

Komentar

Postingan populer dari blog ini

LAPORAN KUNJUNGAN INDUSTRI BERCA CAKRA TEKNOLOGI (TKJ SMK MAARIF 1 NANGGULAN KP DIY) [NON REVISI / MENTAHAN]

ALGORITMA / LANGKAH LANGKAH GAME FAMILY CRISIS